A.
Pendahulan
Dalam UN (Ujian Nasional) tidaklah
cukup untuk merepresentasikan kemampuan kognitif, afektif, maupun psikomotorik
siswa secara objektif. Secara tidak langsung, sistem UN akan lebih condong
untuk menghargai pelajar yang mempunyai intelektualitas yang tinggi daripada
anak-anak yang mempunyai tingkat intelektualitas sedang dan rendah. Sehingga
siswa yang mempunyai tingkat intelektualitas sedang dan rendah akan mengalami
suatu perang batin apakah mereka cukup kompeten atau tidak. Apabila ini terus
berlanjut tidak dapat dipungkiri bahwa akan banyak
pelajar Indonesia pada masa mendatang yang akan mengalami penurunan
mental yang selanjutnya akan menjadi salah satu pengambat dalam perkembangan
pendidikan dan masalah ini sudah bisa digolongkan pada ketidakadilan dalam
dunia pendidikan formal.
Dalam kiat menghadapi UN, banyak
institusi pendidikan menggelar doa bersama. Ini menjadi salah satu hal penting
saat menghadapi ujian nasional disamping belajar tentunya. Rasa kekhawatiran
peserta ujian naisonal merupakan suatu kewajaran. Standar kelulusan yang setiap
tahun semakin meningkat kerapkali membuat siswa merasa khawatir apakah ia mampu
menaklukkan soal-soal dan standar yang telah ditetapkan. Namun, ketika
kehawatiran ini menjadi sebuah ketakutan yang berlebihan, ini tentu saja akan
mengganggu psikis dan mental siswa. Akibatnya, soal-soal yang seharusnya mampu diselesaikan dengan mudah di sekolah,
seakan menjadi soal yang tak mampu dijawab.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka
dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Apa
yang dimaksud dengan kesehatan mental?
2.
Adakah
implikasi kesehatan mental seseorang terhadap UN?
C.
Pembahasan
Menurut Daradjat (2001:9)
kesehatan mental seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor internal
dan faktor eksternal Yang termasuk faktor internal antara lain: kepribadian,
kondisi fisik, perkembangan dan kematangan, kondisi psikologis, keberagamaan,
sikap menghadapi problema hidup, kebermaknaan hidup, dan keseimbangan dalam
berfikir. Adapun yang termasuk faktor eksternal antara lain: keadaan ekonomi,
budaya, dan kondisi lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat, maupun
lingkungan pendidikan.
1.
Konsep
dasar Kesehatan Mental dan Mental Sehat
Secara etimologis, Mental
Hygiene berasal dari kata mental dan hygiene. Kata “mental” berasal
dari kata latin “mens” atau “mentis” artinya jiwa, nyawa, sukma,
roh, semangat. Dalam bahasa Yunani, kata hygiene berarti ilmu
kesehatan. Maka kesehatan mental merupakan bagian dari hygiene mental
(ilmu kesehatan mental). Mental hygiene sering disebut pula psiko-hygiene.
(Yusak Burhanuddin, 1999: 9).
Menurut Kartini Kartono (2000:
3), mental hygiene atau ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang mempelajari
masalah kesehatan mental/jiwa, yang bertujuan mencegah timbulnya ganggUN/penyakit
mental dan ganggUN emosi, dan berusaha mengurangi atau menyembuhkan penyakit
mental, serta memajukan kesehatan jiwa.
Definisi di atas menunjukkan
bahwa kondisi mental yang sakit pada masyarakat dapat disembuhkan apabila
mengetahui terlebih dahulu hal-hal yang mempengaruhi kesehatan mental tersebut
melalui pendekatanhygiene mental.
Dalam perjalanan sejarahnya, pengertian kesehatan
mental dalam perspektif psikologi dapat dipahami dari definisi-definisi berikut
:
a.
Kesehatan
mental adalah terhindarnya seseorang dari gangguan dan penyakit jiwa (neurosis
dan psikosis).
b.
Kemampuan
untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan
masyarakat serta lingkungan di mana ia hidup. Pengertian ini lebih luas dan
umum, karena telah dihubungkan dengan kehidupan sosial secara menyeluruh.
Dengan kemampuan penyesuaian diri, diharapkan akan menimbulkan ketentraman dan
kebahagiaan hidup.
c.
Terwujudnya
keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa serta mempunyai
kesanggupan untuk mengatasi problem yang biasa terjadi, serta terhindar dari
kegelisahan dan pertentangan batin (konflik).
d.
Pengetahuan
dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan potensi,
bakat dan pembawaan semaksimal mungkin, sehingga membawa kebahagiaan diri dan
orang lain, terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa (Darajat, 1994:11-14).
Dari pengertian di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang terhindar
dari gangguan dan penyakit jiwa, mampu menyesuaikan diri, sanggup menghadapi
masalah-masalah dan kegoncangan-kegoncangan, adanya keserasian fungsi jiwa, dan
merasa bahwa dirinya berharga, berguna, dan berbahagia serta dapat menggunakan
potensi-potensi yang ada semaksimal mungkin.
Gangguan mental dalam beberapa
hal disebut perilaku abnormal (abnormal behavior), yang juga dianggap
sama dengan sakit mental (mental illness), sakit jiwa (insanity,
lunacy, madness). Dari pengertian ini, orang yang menunjukkan kurang sehat
mentalnya maka dimasukkan sebagai orang yang mengalami gangguan mental.
Menurut S.Scott (dalam
Notosoedirdjo, 2001:43) mengelompokkan enam macam kriteria untuk menentukan
seseorang mengalami gangguan mental yaitu: 1) orang memperoleh pengobatan psikiatris,
2) salah penyesuaian sosial, 3) hasil diagnosis psikiatris, 4)
ketidakbahagiaan subjektif, 5) adanya simptom psikologis secara objektif,
dan 6) kegagalan adaptasi secara positif. Sedangkan Kartini Kartono
(2000:5), menyatakan bahwa sakit mental merupakan bentuk gangguan pada
ketenangan batin dan ketentraman hati. Penyakit mental ditandai dengan fenomena
ketakutan, pahit hati, hambar hati, apatis, cemburu, iri hati, dengki,
kemarahan yang eksplosif, ketegangan batin yang kronis.
Berikut ini diuraikan beberapa
jenis penyakit mental/gangguan mental yang setidaknya dikatagorikan menjadi 4
(empat) jenis.
a.
Gangguan
organik otak
Jenis
ganggUN ini adalah akibat langsung dari fisik (seluruh tubuh) perubahan dan
penyakit yang mempengaruhi otak. Hal ini menyebabkan perubahan untuk
beberapa derajat kebingungan dan delusi selain kecemasan dan
kemarahan. Beberapa penyakit ini meliputi: Pertama:
penyakit degeneratif meliputi: 1) Huntington: penyakit-penyakit genetik yang
terdiri dari gerakan abnormal, demensia, dan masalah psikologis. 2)
Multiple Sclerosis: gangguan sistem kekebalan tubuh yang mempengaruhi sistem
saraf pusat (otak & saraf tulang belakang). 3) Pikun. 4) Parkinson: gangguan
saraf yang menyebabkan kelumpuhan. Kedua: kardiovaskular,
yakni gangguan berhubungan dengan jantung, stroke, dan gangguan yang
berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Ketiga: trauma diinduksi,
berhubungan dengan cedera otak, perdarahan dan gegar otak. Keempat:
intoksikasi, yakni terkait ketergantungan obat-obatan dan alkohol.
b.
Mood
dan Kecemasan
Beberapa
gangguan utama dalam kategori ini adalah: depressi, fobia, gangguanpanik. Beberapa
penyebab penyakit ini disebabkan oleh situasi sebelumnya, misalnya: terutama
peristiwa traumatis, seperti korban pelecehan seksual dan veteran perang
biasanya memiliki kepanikan dan fobia.
c.
Gangguan
kepribadian
Ada 3
kelompok gangguan kepribadian, meliputi : pertama, Odd
Perilaku yang tidak biasa, seperti: 1) paranoid, yaitu perasaan bahwa setiap
orang dan segala sesuatu diketahui mereka namun pada kenyataannya hal ini tidak
benar. 2) Skizofrenia, yaitu apatis terhadap orang lain dan tidak ada
keinginan untuk bersosialisasi.Kedua, dramatis, atau
perilaku emosional tak menentu, seperti: 1) Antisocial: menghindari
orang. 2) Borderline kepribadian, tidak menentu emosi dalam berhubungan
dengan orang. 3) Munafik kepribadian, pencari perhatian, manipulator,
cenderung melebih-lebihkan hubungan “semua orang mencintai saya”. Ketiga, cemas
takut, termasuk: 1) Avoidant : gangguan kepribadian-takut
mengambil risiko, mudah tertipu, hiper-sensitif, menghindari segala sesuatu
yang mencakup interaksi sosial. 2) Dependent: gangguan
kepribadian-karena kelalaian, miskin, telah ditinggalkan dan merasa itu akan
terjadi lagi. 3) Obsesif-kompulsif: ganggUN kecemasan, menarik
pikiran dan obsesi tentang hal-hal yang tidak nyata.
d.
Gangguan
psikotik
Gangguan
psikotik adalah kumpulan penyakit yang sangat mempengaruhi proses otak dan
berpikir. Orang-orang ini mengalami kesulitan berpikir rasional dan
penilaian mereka terganggu. Dalam kehidupan sehari-hari menjadi sangat
sulit. Gejala yang paling umum penyakit ini biasanya delusi dan
halusinasi. Delusi percaya fakta tertentu bahkan setelah fakta-fakta
tersebut telah terbukti salah. Halusinasi mirip dengan delusi dalam
keyakinan yang salah, namun halusinasi dirasakan dengan indra dan tidak
pikiran. ”Mendengar hal” atau “melihat sesuatu” adalah contoh dari
halusinasi. Beberapa gejala lain adalah: perilaku aneh (mungkin berbahaya
untuk diri sendiri atau orang lain), kurangnya kebersihan pribadi, penurunan
minat dalam melakukan hal-hal, pola bicara aneh yang tidak dimengerti,
perubahan suasana hati, kesulitan hubungan, lambat atau gerakan-gerakan aneh.
Dengan demikian dapat dipahami
bahwa kesehatan mental merupakan hal yang harus diperhatikan, oleh karena hal
ini dapat memberi pengaruh terhadap keberlangsungan hidup seseorang dalam
menghadapi segala persoalan.
2.
Implikasi
kesehatan mental seseorang terhadap UN
Berangkat dari telaah yang telah
dipaparkan pada pembahasan sebelumnya, menjadi penting dicari titik temu dan
relevansi yang mampu mewujudkan satu misi dari dua bidang berbeda antara tujuan
kesehatan mental pada satu sisi dan fungsi/tujuan pendidikan pada sisi yang
lain. Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003, Pasal 3, menegaskan:
“Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampUN dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.
Konsep pendidikan yang tertuang
pada pasal 1, ayat 1:
“Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara”.
Dari paparan pengertian
pendidikan, fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut terbaca jelas
memiliki relevansi dan singkron dengan karakteristik kesehatan mental
sebagaimana telah diurai sebelumnya. Dengan kata lain, apa yang menjadi
cita-cita pendidikan nasional bermuara pada apa yang menjadi kriteria kesehatan
mental dan begitu pula sebaliknya.
Dengan demikian implikasi
kesehatan mental siswa terhadap penyelenggaraan pendidikan dapat ditegaskan:pertama,
bahwa dalam penyelenggaran pendidikan (baca:formal) pada setiap satuan
pendidikan di Indonesia seharusnya mendesain visi, misi dan tujuannya yang
secara simultan mampu membentuk peserta didik yang bermental sehat sebagaimana tujuan
pendidikan nasional tersebut. Kedua, seluruh warga sekolah
seharusnya secara kompak melaksanakan, mengevaluasi dan melakukan tindaklanjut
secara konsisten demi mencapai tujuan pendidikan nasional dan kriteria
kesehatan mental tersebut. Ketiga, setiap satuan pendidikan
seharusnya memberdayakan program-program pengembangan diri, bimbingan
konseling, dan sejenisnya sebagai media yang sangat efektif untuk pembinaan
potensi peserta didik sesuai minat-bakat dan pencegahan dini sekaligus tindakan
terhadap penyimpangan, gaggUN/sakit mental yang dialami peserta didik.
lebih jauh lagi menurut penulis,
bahwa kesehatan mental memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap
kesiapan dan hasil UN seorang siswa. mereka yang memiliki kesehatan mental yang
bagus akan sanggup mengerjakan soal-soal ujian dengan mudah, namun sebaliknya
bagi mereka yang mentalnya lemah maka soal ujian yang seharusnya mudah menjadi
begitu susah dikerjakan oleh karena ketakutan-ketakutan yang muncul akibat
tidak adanya kekuatan mental dalam menghadapi ujian dan adanya tuntutan kelulusan.
Disamping itu, Berbagai tekanan
psikologis (dari orangtua dan guru yang “mengharuskan” siswa lulus) yang datang
pada siswa, membuat siswa semakin stress saat hendak UN. Padahal, setiap
kegiatan, setiap pembelajaran, memerlukan evaluasi (dalam hal ini pemerintah
memilih evaluasi dalam bentuk UN). Diakui atau tidak, media, baik media
elektronik atau media cetak, berperan dalam membuat siswa semakin stress.
Bagaimana tidak, sebelum UN dilaksanakan, media begitu gencar memberitakan
anak-anak yang stress saat UN di tahun lalu. Ditambah lagi dengan liputan penuh
air mata pada siswa-siswa yang tidak lulus pada tahun
sebelumnya.Liputan-liputan media elektronik (televisi) yang memberitakan
kecurangan-kecurangan saat UN secara “live” pada saat UN masih berlangsung,
dapat membuat siswa-siswa yang jujur menjadi bimbang. Dalam hatinya akan muncul
pertentangan, “Buat apa aku mengerjakan soal dengan jujur, jika banyak siswa
yang mengerjakannya dengan tidak jujur.” Diakui atau tidak, lebih banyak media
yang menyorot siswa yang tidak lulus, dibandingkan siswa yang lulus, padahal
siswa yang lulus lebih banyak daripada siswa yang tidak lulus, sebelum dan
selama UN berlangsung.
Di sisi lain, pendapat para”
pakar” juga berperan dalam membuat siswa semakin takut. Komentar-komentarnya
yang “bombastis” tentang tidak perlunya UN dapat membentuk pola pikir negatif
pada diri siswa. Siswa merasa bahwa UN tidak perlu (berdasarkan pendapat para
pakar), namun mereka harus tetap menjalankannya. Pertentangan di dalam diri
siswa ini tentu memberikan pengaruh terhadap diri siswa.
D.
Penutup
1. Kesimpulan
a. Kesiapan
mental adalah hal penting dalam menyiapkan UN , dengan kesiapan
mental yang kuat maka saat melaksanakan UN siswa akan menghadapinya dengan
tenang, percaya diri, dan tidak dalam kondisi yang takut atau stress.
b. Kesehatan
mental siswa memiliki implikasi terhadap persiapan dan hasil UN.
c. Semakin
tinggi tingkat kesiapan mental siswa maka semakin tinggi pula angka
keberhasilan dalam menhadapi UN.
2. Saran
Siapkan
mental untuk menghadapi UN tapi jangan lupa untuk tetap belajar
SEMOGA SUKSES…. AMIIN
(Trim’s untuk semua
sumber dalam penulisan ini)